nediahitamputih.com.—-Di daerah Yogyakarta, ada yang namanya kampung “Bugisan” dan “Daengan”. Demikian juga ketika upacara kebesaran di lingkungan Kesultanan Yogyakarta, selalu ada pasukan “prajurit Daeangan” di antara barisan prajurit yang berparade. Hal ini tidak terlepas dari rangkaian rantai sejarah yang melatarbelakangi hubungan Tanah Makassar dan Tanah Jawa di masa lampau.
Hubungan keduanya dimulai sejak abad ke-14 di masa kerajaan Majapahit. Dalam naskah Negarakertagama disebutkan bahwa daerah-daerah di Makassar dan Bugis , Bone dan Gowa di bawah kerjasama kerajaan Majapahit. “hubungan dagang” di sini tidak identik dengan kolonialisme dan imperialisme tetapi lebih bersifat. “erkening” atau Pengakuan.
Majapahit runtuh kemudian kerjasama dilanjutkan pada masa Islam sudah masuk yaitu Kerajaan Mataram. Pada saat VOC berhasil menaklukan kerajaan-kerajaan Makassar melalui perjanjian “Bonggaisch Tractaat”, ada Panglima Karaeng Bontomarannu dan Karaeng Galesong menolak perjanjian tersebut, bersama pasukannya pergi berlayar ke Jawa dan bergabung dengan tentara Mataram dibawah pimpinan Trunojoyo melawan pasukan Belanda.
Karaeng Galesong gugur di medan pertempuran dan tidak lama kemudian Trunojoyo berhasil ditangkap kemudian dihukum mati. Atas penghargaannya kepada para tentara Makassar, Amangkurat II memberikan perkampungan yang dinamakan Kampung Makassar. Sedangkan pakaian seragam Lasykar Makassar yang ada pada setiap upacara kebersaran adalah penjelmaan dari pasukan Bugis abad ke 17, lambang kerjasama Mataram dan Bugis yang diabadikan hingga sekarang. Sumber: Berita Buana, 22-01-1976, Koleksi Perpustakaan Nasional RI (skjil-team)
Leave a Reply