MHP. Sejarah. Haji T. mengisahkan bahwa pekuburan pra-Islam Bangkala utamanya terdapat di lembah-lembah Sungai Allu dan daerah bawahannya serta di sisi puncak perbukitan terjal. Dia bertutur pada kami bahwa dia telah menjarah pekuburan luas di puncak bukit bernama moncong (bukit, M.) Tolo′tolo′ dekat Garassi′, dan moncong Cina Loe, satu kilometer baratlaut Tanatoa. Dia menambahkan bahwa berderet pekuburan pra-Islam di bukit-bukit tinggi yang mengurung hulu Sungai Allu dekat Kapita juga dijarah.
Hadimuljono dan Macknight (1983:69-71) memaparkan bukti adanya pengebumian dengan membaringkan mayat di kalangan orang Makassar pada abad 16. Tetapi Haji T. melaporkan bahwa selama penjarahan di Jeneponto, didapati beragam praktik penguburan. Di antaranya penguburan tulang di dalam guci tanah, abu di dalam guci tanah, abu di dalam guci keramik (yang terakhir ini kebanyakan ditemukan di pedalaman), dan penguburan dengan jenazah dibaringkan arah timur-barat. Haji T. juga menuturkan kepada kami bahwa dia telah menemukan sejumlah guci tanah yang berisi tulang di Kapita, di lembah hulu Allu; guci-guci ini bisa jadi mewakili empat jenis penguburan, kemungkinan berasal dari milenium pertama Masehi (bandingkan Bulbeck 1996- 97:1092-31). Tulang yang dikremasi di dalam guci keramik besar berwarna hijau dan putih kebiruan juga ditemukan di lembah Allu; kemungkinan berasal dari masa setelah tahun 1300. Warga desa di Laikang dekat pantai membeberkan ditemukannya guci keramik berisi abu yang bercampur dengan tanah, kemungkinan sisa-sisa kremasi manusia.
Haji T. juga menuturkan kepada kami bahwa dia telah menemukan topeng mayat dari emas setebal kertas di pekuburan besar pra-Islam, dekat mata air keramat dan Bonto Ga′dong, sebelah barat kampung Bisoli Desa Banrimanurung. Pemakaman ini terletak di dasar bukit kecil di mana tumanurung Banrimanurung dilaporkan menghilang. Inilah satu-satunya topeng emas yang ditemukan Haji T. di sepanjang pantai selatan. Dia juga pernah menemukan tiga patung kecil terbuat dari emas, masing-masing setinggi 5 hingga 6 cm, di Ujunga, di muara Sungai Allu, tepat di bawah Pallengu′. Satu dari patung itu padat dan beratnya 27 gram, sementara dua lainnya berongga.
Sebagaimana mantan penjarah kuburan lain, Haji T. mempunyai koleksi pribadi pecahan keramik atau keramik yang tak utuh. Koleksinya antara lain adalah guci langka, berglasir hijau yang telah rusak, dia temukan di Beroanging (Foto 3). McKinnon yang memeriksanya (McKinnon 1995:2) menyatakan bahwa melihat gayanya, guci ini mirip barang-barang yang diproduksi selama Masa Dinasti Lima (907-960 M). Jika hal ini betul, guci ini bisa menjadi salah satu keramik dagangan dari Tionghoa tertua yang ditemukan di Sulawesi Selatan.
(Fajar Sejarah Binamu dan Bangkala Ian Caldwell dan Wayne A. Bougas)
Gambar 1
Bejana dengan lapisan glasir hijau ditemukan oleh Haji T. di Beroanging.
Gambar 2
Topeng kematian, Ujung Loé yang kusut, dalam kepemilikan otoritas kuno. Topeng ini ditemukan oleh seorang petani pada tahun 1966 di sebuah situs yang terkait dengan bekas Kerajaan Siang (Wilayah Pangkajene sekarang) memiliki lebar 18cm dan panjang 21,5 sentimeter dengan berat 68 gram. Ini memiliki kadar emas 71,5 persen. Pelras (1975: 26) mengemukakan abad ke 14-15.
(WAYNE A. BOUGAS, Gold Looted and Excavated from Late (1300 AD-1600 AD) Pre-Islamic Makasar Graves)
Sumber: Abbas Daming. (FB) Pencinta Sejarah Sulawesi Selatan dan Barat.
Leave a Reply